Cerpen: Mengertilah Rinduku, Ibu...
Oleh: Dita Hersiyanti
Hai, ibuku tercinta.
Masih ingatkah ibu
denganku, Alina, putri tunggalmu yang dulu pecicilan dan suka merepotkanmu
ketika aku masih bayi?
Mereguk kasih sayangmu
melalui air susu yang seakan tiada habisnya bagiku, dan menangis dini hari demi
mendapatkan perhatianmu untuk mengganti popokku, tanpa rasa jijik sedikitpun...
Ketika menginjak usia kanak-kanak, lagi-lagi
aku membuat ibu pusing dengan seribu satu cara, malas mengerjakan PR lah, tidak
mau membantu ibu lah, lupa sikit gigi lah, pokoknya banyak sekali. Padahal, aku
tahu, ibu selalu berusaha mengajariku berbagai hal, mulai dari pelajaran
sekolah sampai urusan rumah tangga, seperti mencuci piring, membersihkan tempat
tidur, dan sebagainya.
Ternyata, jenis kelaminku sebagai wanita, tak
membuatku bersikap anggun dan manis seperti yang ibu harapkan. Justru malah
sebaliknya, dengan pergaulanku yang lebih banyak akrab dengan lelaki -ah,
mungkin karena sifatku yang nyentrik sehingga dijauhi oleh kebanyakan anak
perempuan, mungkin?- aku malah menjadi
gadis tomboy yang gemar menyetel musik rock tiap malam dikamar, sehingga ibu
seringkali masuk ke kamarku dan malah mendapatiku sedang (berpura-pura) membaca
buku. Ibu tahu tidak, ketika ibu keluar, tentunya aku selalu berjaga-jaga
dengan earphone yang sudah kuhubungkan dengan pemutar musikku, agar tiap
celotehan dan nasihatmu yang dulu kuanggap sangat menyebalkan, tidak kudengar
sama sekali.
Menginjak usia dewasa, kuakui, kenakalanku
sedikit demi sedikit telah berkurang. Aku pun telah menemukan Reza, pria baik berusia
setahun diatasku, yang bersedia menikahiku. Namun, semakin bertambahnya usia,
dan kesibukanku sebagai istri dan pesanan online shop-ku yang menggunung,
membuat perhatianku padamu terkikis. Apalagi setelah kami dikaruniai anak
laki-laki kami, Vino, otomatis kabar
tentangmu hanya kudengar sekali lewat.
Benar, aku
begitu sibuk, bu...
Setelah aku
melahirkan anak pertamaku yang rasanya begitu nyeri dan merasakan nyawa serasa
di ubun-ubun, aku baru menyadari, betapa besarnya perjuangan ibu untuk merawat
serta membesarkan seorang anak. Begitu sulitnya, hingga terkadang ibu sampai
harus mengorbankan waktu dan kesenangan ibu, hanya demi merawatku, seorang Alina
yang bandel, agar bisa menjadi seorang ibu yang baik pula bagi anak-anaknya
kelak. Apapun kebaikan yang kulakukan, sepertinya takkan cukup untuk membalas
semua kasih sayangmu, bu. Takkan pernah cukup...
Ibu, surat
ini kutulis untukmu, agar ibu dapat menyadari rasa sayangku yang besar
terhadapmu, ah, mungkin sangat tidak sebanding dengan rasa sayangmu padaku.
Rasa sayang ibu kepada anaknya, tak terhingga sepanjang masa...
With love,
Khalina
Anjani
***
"Mas, ayo cepat...kita kan ingin bertemu
ibu..." seruku pada Reza yang
sedang merapikan baju Vino, anak kami yang kini berusia 2 tahun.
"Sebentar lagi selesai...jangan lupa bawa
suratmu!"
"Sudah kutaruh dalam tas, kok"
Terdengar suara Vino yang menggemaskan dalam gendongan
ayahnya "Acik acik...jalan-jalan..."
Reza membalas celotehan itu dengan lembut, "Iya
Vino, kita mau jalan-jalan ketemu Nenek..."
Kami bertiga pun segera masuk kedalam mobil. Sepanjang
perjalanan, Vino yang berasa di pangkuanku, tak henti-hentinya tertawa. Anak
yang menggemaskan, pikirku. Aku sangat bersyukur karena dapat memberikannya
yang terbaik.
Seperti apa yang selama ini ibu berikan padaku.
Mengingat ibu, tiba-tiba aku jadi sedih lagi...
Aku sangat tidak sabar untuk bertemu dengannya!
Reza yang menyadari bahwa sedari tadi aku melamun,
membelaiku lembut dan berkata, ketika kami tiba di tempat tujuan, "Biar
aku yang menggendong Vino, ya..."
"Iya, mas..."
Kami pun segera menyusuri jalan setapak yang tidak
terlalu jauh, memastikan bahwa aku tidak lupa dengan letak kediamannya.
Nah, itu dia! Aku dan Reza bergegas menuju kesana.
Ya, tidak salah lagi.
Dialah ibuku tercinta, Annisa Muhairani, yang sangat
kurindukan!
Kupegang surat yang telah kutulis dengan penuh
kesungguhan hati tersebut dengan tangan bergetar.
"Aku sangat ingin ibu membacanya, agar ibu dapat
mengerti rindu yang selama ini mengendap dalam jiwaku..." batinku penuh
harap.
Setelah beberapa saat, Reza dan aku berniat untuk
pamitan dengan ibu.
"Bu Annisa, kami pulang, ya..."
"Ibu, Alila pamitan dulu. Jaga diri ibu
baik-baik. Kami selalu mendoakanmu..."
Reza pun segera berdiri dan menggendong Vino,
sedangkan aku masih menatap rumah tempat ibu tinggal yang baru saja
kubersihkan, tentu dengan bantuan Reza. Barusan juga aku dan Reza mendoakan ibu
agar tetap menjaga kami dengan cintanya, dimana pun kami berada. Surat yang
telah kutulis tadi pun, telah kuberikan padanya. Kuelus dengan penuh cinta,
pahatan bertuliskan:
Annisa Muhairani
22-12-1967
10-3-2011
Kemudian, sambil menyusul Reza yang terlebih dahulu
meninggalkan tempat ini, aku berharap semoga ibu dapat memaafkan semua
kenakalanku di masa lalu, agar ia tetap tenang di sisi-Nya dan mendapatkan
kemuliaannya sebagai seorang wanita yang berjuang membesarkan anaknya.
Selamat jalan bu, selamat hari ibu…
Alina sangat mencintai ibu…
Biodata:
Perempuan yang
biasa dipanggil Dita ini dilahirkan di Palembang, 4 Mei 1996. Sangat menggemari
dunia tulis menulis dan film animasi. Sedang berada dalam masa transisi antara
siswi SMA Xaverius 1 Palembang dan mahasiswi President University, Cikarang. Mari
bersua lewat Facebook: Dita Hersiyanti,
twitter @ditahersiyanti dan tumblr di hersiyantiditaa.tumblr.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar