Cukuplah Kematian Sebagai Peringatan
Ketika nafas mulai tersengal...
Ketika nyawa sedang meregang...
Ketika mata membelalak dan dahi berkeringat...
Pintu taubat telah tertutup. Engkau mulai memasuki gerbang kehidupan baru. Sementara istri, anak dan keluarga serta kerabatmu menangis dan merintih disisimu, engkau sedang dalam kesedihan yang mendalam, tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan dan menghindarkan dirimu dari jemputan Malaikat Maut. Kini, engkau saksikan dan rasakan sendiri peristiwa mengerikan itu, setelah sebelumnya engkau mereguk banyak kenikmatan dan kesenangan tanpa kenal rasa syukur. Telah datang ketentuan Allah kepadamu, lalu nyawamu diangkat ke langit. Setelah itu, kebahagiaan atau kesengsaraankah yang akan engkau dapat?
Ketika nyawa sedang meregang...
Ketika mata membelalak dan dahi berkeringat...
Pintu taubat telah tertutup. Engkau mulai memasuki gerbang kehidupan baru. Sementara istri, anak dan keluarga serta kerabatmu menangis dan merintih disisimu, engkau sedang dalam kesedihan yang mendalam, tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan dan menghindarkan dirimu dari jemputan Malaikat Maut. Kini, engkau saksikan dan rasakan sendiri peristiwa mengerikan itu, setelah sebelumnya engkau mereguk banyak kenikmatan dan kesenangan tanpa kenal rasa syukur. Telah datang ketentuan Allah kepadamu, lalu nyawamu diangkat ke langit. Setelah itu, kebahagiaan atau kesengsaraankah yang akan engkau dapat?
وتجعلون رزقكم أنكم تكذبون فلولا إذا بلغت الحلقوم وأنتم حينئذ تنظرون ونحن أقرب إليه منكم ولكن لا تبصرون فلولا إن كنتم غير مدينين ترجعو نها إن كنتم صدقين فأما إن كان من المقربين فروح وريحان وجنت نعيم وأما إن كان من أصحب اليمين فسلم لك من أصحب اليمين وأما إن كان من المكذ بين الضالين فنزل من حميم وتصلية جحيم إن هذا لهو حق اليقين فسبح باسم ربك العظيم
“Kamu (mengganti) rizki (yang Allah berikan) dengan mendustakan (Allah). Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah). Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar, adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh rizki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapatkan hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam neraka. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.” (QS. Al-Waaqi’ah: 82-96)
Wahai jiwa-jiwa yang tertipu dunia...
Wahai hati yang keras membatu karena hawa nafsu...
Wahai manusia yang lalai dari ketaatan kepada Rabbnya...
Sudahkah engkau mempersiapkan bekal menuju perjalanan panjang dan berat didepanmu?
Sudahkah engkau mengetahui tempat seperti apa yang kelak kau tinggali?
Sudahkah engkau memikirkan semua itu...?
Saudaraku, cukuplah kematian menjadi peringatan untuk kita bahwa dunia hanyalah kebahagiaan semu dan tak berarti apa-apa. Tidakkah engkau dengar sebuah firman Rabbmu yang sanggup menggetarkan gunung,
كل نفس ذا ئقة الموت وإنما توفون أجوركم يوم القيـمة فمن زحزح عن النـار وأدخل الجنـة فقد فاز وما الحيوة الد نيا إلا متع الغرور
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari
Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga maka sungguh ia telah beruntung.
Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. ‘Ali Imran: 185)
Tidakkah ayat tersebut mengusik hati yang lama mati? Tidakkah ayat tersebut membuat telinga yang tuli menyimak kembali? Tidakkah ayat tersebut menjadi cambuk diri?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tidakkah ayat tersebut mengusik hati yang lama mati? Tidakkah ayat tersebut membuat telinga yang tuli menyimak kembali? Tidakkah ayat tersebut menjadi cambuk diri?
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لو تعلمون مل أعلم لضحكتم قليلا ولبكيتم كثبرا
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Muttafaq ‘alaih)
Saudaraku, sudahkah datang kepadamu khabar kematianmu? Kapan waktumu? Dimana tempatnya? Seperti apa kondisimu kala itu? Demi Allah, engkau tidak tahu dan engkau tidak akan pernah tahu. Jadi kenapa kau tunda taubatmu? Kau tunda perbaikan dirimu? Kau tunda persiapan perbekalanmu? Apakah “nanti” yang selalu kau katakan untuk taubatmu berada pada jarak yang jauh dengan ajalmu? Apakah “nanti” itu yang kau temui lebih dulu ataukah kematianmu yang datang lebih dulu? Apakah ketika engkau sudah benar-benar mengetahui perih dan pedihnya sakaratul maut, baru engkau akan meminta waktu kepada Rabbmu untuk bertaubat?
حتى إذا جاء أحدهم الموت قال رب ارجعون لعلى أعمل صلحا فيما تركت, كلا, إنها كلمة هو قا إلها
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang diantara mereka, dia berkata, ‘Yaa Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100)
وليست التو بة لـلذ ين بعملون السيئات حتى إذا حضر أحدهم الموت قال إنى تبت الئن
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) dia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku bertaubat sekarang.’” (QS. An-Nisaa’: 18)
Seorang penyair berkata,
Mereka katupkan kelopak mataku –setelah berputus asa-
lantas bergegas pergi membelikanku kafan
salah seorang kerabatku berdiri dengan tergesa
pergi ke tukang memandikan mayat agar datang memandikanku
salah seorang mendatangiku lalu melucuti semua pakaianku
dan menelanjangiku sendirian
mengucurkan air dari atas kepalaku dan memandikanku
tiga kali seraya meminta kafan kepada keluargaku
dan mereka mengenakanku baju tanpa lengan dan tanpa jahitan
hanya kamper sebagai bekalku
mereka meletakkanku di dekat mihrab lalu mundur di belakang imam
menshalatiku lalu melepasku
mereka menshalati jasadku dengan shalat tanpa ruku’ dan sujud
Semoga Allah merahmatiku...
Di hari kematianmu, keluarga dan kerabat mengangkat jasadmu di atas pundak, setelah sebelumnya engkau menjadi orang yang mengangkat jasad orang lain. Kala itu, apakah jasadmu ingin supaya mereka mempercepat langkahnya, atau malah jasadmu bingung –hendak dibawa kemana jasadmu itu?
Kemudian, mereka memasukkanmu kedalam lubang sempit dan gelap setinggi dua meter oleh orang-orang yang paling engkau cintai dan keluarga yang paling dekat denganmu. Mereka menutupimu dengan papan sehingga menghalangi cahaya matahari yang hendak masuk ke dalam liang lahatmu. Lalu, mereka menimbun jasadmu dengan tanah sampai tertutupi kuburanmu. Salah seorang dari mereka berkata, “Mintakanlah ampun untuk saudaramu, dan mintakanlah ketetapan iman untuknya, karena sesungguhnya sekarang ia sedang ditanya.”
Tidak berapa lama, mereka semua pergi meninggalkan tubuh dingin dan kaku yang dulunya adalah dirimu yang rupawan. Mereka meninggalkanmu dalam gelap dan dingin. Di sekelilingmu hanyalah tanah dan tanah. Lalu dikembalikanlah ruhmu kepada jasadmu, dan datanglah dua malaikat yang biru kehitam-hitaman untuk bertanya, “Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?” Dengan apakah engkau akan menjawabnya..?
Jika ketika engkau mati, engkau telah bertaubat dan beriman, maka Allah akan meneguhkan jawabanmu, dan engkau bisa mengambil hadiahmu berupa kebahagiaan di akhirat kelak, seperti disebutkan dalam firman-Nya,
يثبت الله الذ ين ءامنوا بالقول الثابت فى الحيوة الدنيا وفى الأخـرة ويضـل الله الظـلمين ويفعل الله ما يشاء
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan akhirat, dan Allah menyesatkan
orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Ibrahim: 27)
Namun, bagaimana jika ketika engkau meninggal, engkau belum sempat bertaubat? Engkau tidak akan tahu jawaban atas pertanyaan itu. Engkau hanya akan berkata, “Hah... hah... aku tidak tahu!” Kemudian terdengarlah seruan, “Bohong! Baringkan ia di Neraka, dan bukakan pintu Neraka untuknya!” Maka engkau akan merasakan panasnya Neraka, kuburanmu akan menghimpit dan meremukkan seluruh tulang belulangmu. Kemudian datanglah kepadamu seseorang yang berwajah amat buruk, berbau busuk dan berbaju lusuh, ia berkata, “Aku datang kepadamu membawa berita buruk. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu.” Maka bertanyalah dirimu tentang dirinya, maka dia menjawab, “Aku adalah amal burukmu.” Kemudian menjadilah dirimu buta, bisu dan tuli, dan tanganmu memegang sebatang besi yang apabila sebuah gunung dipukul dengan besi tersebut maka hancurlah dia hingga menjadi debu. Begitupula dirimu, ketika palu besi itu mengenai dirimu maka rasa sakit yang tiada tertahankan akan membuatmu menjerit hingga lengkingannya terdengar oleh seluruh makhluk, kecuali jin dan manusia. Dan tidak ada yang engkau harapkan setelah itu, melainkan agar Allah tidak menyegerakan Hari Perhitungan.
Wahai calon penghuni kubur, apa yang membuatmu terpedaya oleh dunia? Tidakkah engkau mengetahui bahwa akan tiba waktunya engkau meninggalkan dunia yang engkau cintai ini atau dunia yang akan meninggalkanmu? Mana hartamu yang berlimpah dan rumahmu yang mewah? Mana pakaian-pakaian mahal dan indah yang selalu engkau kenakan itu? Mana keluarga dan kerabat yang selalu engkau bela itu? Mana dirimu yang rupawan itu?
Ketika engkau telah menghuni liang lahat, maka itulah rumahmu. Kafan yang berharga murah dan tidak bermerk, itulah pakaianmu. Aroma kamper adalah wewangianmu. Ulat dan cacing menjadi temanmu. Bayangkan jasadmu setelah terkubur selama tiga hari, seminggu, sebulan. Kala itu, tubuhmu telah menjadi penganan lezat bagi cacing dan ulat –teman-temanmu-, kafanmu terkoyak, mereka masuk ke dalam tulangmu, memutus anggota tubuhmu, merobek sendi-sendimu, melelehkan biji matamu... Itulah kesudahanmu, kesudahan makhluk-makhluk bernyawa.
Demikian saudaraku, cukuplah kematian menjadi peringatan dan nasihat. Cukuplah kematian menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, menjadi ajang perpisahan dengan orang-orang yang dicintai dan menjadi pemutus segala kenikmatan dunia.
Wahai saudaraku... setiap hela nafasmu menjadi langkah maju menuju kematian. Maka janganlah menunggu ‘nanti’ untuk bertaubat, tapi bersegeralah, karena engkau tidak pernah tahu sudah sedekat apa kematian itu dengan dirimu.
Yaa Rabbi, janganlah Engkau mengadzabku
Sesungguhnya aku mengakui dosa-dosaku selama ini
Berapa kali aku berbuat kesalahan di dunia
Namun Engkau tetap memberiku karunia dan kenikmatan
Jika aku ingat penyesalanku atas segala kesalahan
Kugigit jariku dan kegeretakkan gigiku
Tiada alasan bagiku kecuali tinggal harapan dan husnuzhanku
Dan ampunan-Mu jika Engkau mengampuniku
Manusia mengira aku orang baik-baik
Padahal aku benar-benar manusia terburuk bila tidak Engkau ampuni
(Syaikh Abdul Muhsin bin Abdur Rahman dalam Fasatadzkuruna Maa Aquulu Lakum Waqofat Liman Aroda an-Najah)
Namun, bagaimana jika ketika engkau meninggal, engkau belum sempat bertaubat? Engkau tidak akan tahu jawaban atas pertanyaan itu. Engkau hanya akan berkata, “Hah... hah... aku tidak tahu!” Kemudian terdengarlah seruan, “Bohong! Baringkan ia di Neraka, dan bukakan pintu Neraka untuknya!” Maka engkau akan merasakan panasnya Neraka, kuburanmu akan menghimpit dan meremukkan seluruh tulang belulangmu. Kemudian datanglah kepadamu seseorang yang berwajah amat buruk, berbau busuk dan berbaju lusuh, ia berkata, “Aku datang kepadamu membawa berita buruk. Inilah hari yang dijanjikan kepadamu.” Maka bertanyalah dirimu tentang dirinya, maka dia menjawab, “Aku adalah amal burukmu.” Kemudian menjadilah dirimu buta, bisu dan tuli, dan tanganmu memegang sebatang besi yang apabila sebuah gunung dipukul dengan besi tersebut maka hancurlah dia hingga menjadi debu. Begitupula dirimu, ketika palu besi itu mengenai dirimu maka rasa sakit yang tiada tertahankan akan membuatmu menjerit hingga lengkingannya terdengar oleh seluruh makhluk, kecuali jin dan manusia. Dan tidak ada yang engkau harapkan setelah itu, melainkan agar Allah tidak menyegerakan Hari Perhitungan.
Wahai calon penghuni kubur, apa yang membuatmu terpedaya oleh dunia? Tidakkah engkau mengetahui bahwa akan tiba waktunya engkau meninggalkan dunia yang engkau cintai ini atau dunia yang akan meninggalkanmu? Mana hartamu yang berlimpah dan rumahmu yang mewah? Mana pakaian-pakaian mahal dan indah yang selalu engkau kenakan itu? Mana keluarga dan kerabat yang selalu engkau bela itu? Mana dirimu yang rupawan itu?
Ketika engkau telah menghuni liang lahat, maka itulah rumahmu. Kafan yang berharga murah dan tidak bermerk, itulah pakaianmu. Aroma kamper adalah wewangianmu. Ulat dan cacing menjadi temanmu. Bayangkan jasadmu setelah terkubur selama tiga hari, seminggu, sebulan. Kala itu, tubuhmu telah menjadi penganan lezat bagi cacing dan ulat –teman-temanmu-, kafanmu terkoyak, mereka masuk ke dalam tulangmu, memutus anggota tubuhmu, merobek sendi-sendimu, melelehkan biji matamu... Itulah kesudahanmu, kesudahan makhluk-makhluk bernyawa.
Demikian saudaraku, cukuplah kematian menjadi peringatan dan nasihat. Cukuplah kematian menjadikan hati bersedih, menjadikan mata menangis, menjadi ajang perpisahan dengan orang-orang yang dicintai dan menjadi pemutus segala kenikmatan dunia.
Wahai saudaraku... setiap hela nafasmu menjadi langkah maju menuju kematian. Maka janganlah menunggu ‘nanti’ untuk bertaubat, tapi bersegeralah, karena engkau tidak pernah tahu sudah sedekat apa kematian itu dengan dirimu.
Yaa Rabbi, janganlah Engkau mengadzabku
Sesungguhnya aku mengakui dosa-dosaku selama ini
Berapa kali aku berbuat kesalahan di dunia
Namun Engkau tetap memberiku karunia dan kenikmatan
Jika aku ingat penyesalanku atas segala kesalahan
Kugigit jariku dan kegeretakkan gigiku
Tiada alasan bagiku kecuali tinggal harapan dan husnuzhanku
Dan ampunan-Mu jika Engkau mengampuniku
Manusia mengira aku orang baik-baik
Padahal aku benar-benar manusia terburuk bila tidak Engkau ampuni
(Syaikh Abdul Muhsin bin Abdur Rahman dalam Fasatadzkuruna Maa Aquulu Lakum Waqofat Liman Aroda an-Najah)
*COPAS: http://ibnuismailbinibrahim.blogspot.com/2010/01/cukuplah-kematian-sebagai-peringatan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar