Secangkir
Syukur di Pagi Hari
Prito
Windiarto*
Syukur. Jika ia kita umpamakan
secangkir teh, maka sudah selazimnya dihidangkan sedari pagi. Bahkan sejak mata
ini membuka kali pertama setelah tidur. Bukankah ketika awal terjaga inilah doa
kita, Alhmadulillahiladzi ahyana ba’da ma
amatana wa ilaihi nusyur? Jelas sudah, hari dimulai dengan syukur.
Kenapa
syukur? Mari berdiam sejenak. Ketika kita membaca tulisan ini, organ tubuh apa yang dominan bekerja? Mata,bibir dan otak
bukan? Mereka “diperintah” untuk fokus ketika kita membaca. Sadarkah kita, di
saat bersamaan tanpa diperintah pun jantung ini tetap berdegup, tanpa henti.
Paru-paru berfungsi, tanpa rehat. Bayangkan saja, jika mereka izin untuk istirahat
10 menit saja, atau bahkan mogok bekerja. Apa yang kan terjadi?
Itu
sekedar potongan kecil dari nikmatNya yang tak terhingga. Anugerah yang
dilimpahkanNya cuma-cuma, gratis! Oksigen yang kita hirup, air hujan yang
turun, semuanya nir-biaya. Belum lagi perihal rizki dan banyak lainya. Pertanyaan
selanjutnya, dengan apa kita membalas semua rahmat Allah itu? Ibadah. Itu
jawabannya. Lebih khususnya syukur.
Maha
Mulia Allah karena menjanjikan tambahan nikmat bagi orang-orang yang bersyukur.
“Jika kamu bersyukur, “ Firman Allah, “Maka aku akan tambahkan”. Indah sekali
bukan? Sebaliknya, “Jika Kufur, sungguh
adzabku sangat pedih!.”
Sebuah penelitian medis menerangkan perihal
manfaat bersyukur (Majalah Sabili, 2009) Dalam penelitian itu disebutkan orang
yang lebih banyak (sering) bersyukur cendrung lebih bahagia, lebih menerima
hidup dan berusia panjang. Sebaliknya orang yang kurang bersyukur cendrung
lebih gampang stress, gelisah dan berusia pendek.
Syukur
memang dekat dengan qonaah (merasa cukup). Orang yang bersyukur biasanya lebih
berterima atas pemberianNya. Tak mudah merutuk, tapi bukan berarti cepat
berpuas diri.
Sayang,
tabiat bersyukur ini tampaknya mulai hilang dari sebagian kita. Hemat saya,
ketika pemahaman perihal kesyukuran terpatri kuat dalam diri niatan korupsi
takkan menghampiri. Kenapa? Karena ia sadar, segalanya milik Allah. Rizki,
sebesar atau sekecil apapun itu dariNya, titipanNya. Kewajiban kita mensyukurinya.
Dengan apa? Lisan, dan tentu saja perbuatan. Kita memanfaatkan rizki kita dalam
kebaikan, kita menjauhi tindakan curang (korupsi) adalah bagian dari syukur itu
sendiri.
Sekali
lagi, selayak teh hangat, syukur selazimnya dihadirkan sejak pagi. Biarkan
aroma secangkir syukur menenangkan syaraf kita. Biarkan satu tegukannya
membunuh dahaga, sehingga kita tak tergoda meminum ‘fitnah’ kesenangan dunia.
Mari
menyeruput secangkir syukur di pagi hari.
Alhmadulillahi Rabbil Alamin.
Army.020312.
*Sekretaris
Umum UKM Lembaga Dakwah Kampus Raudlatul Muttaqin Universitas Galuh, Ciamis. Penulis
Novel Tiga Matahari. Pimpinan Umum KPS www.pena-santri.blogspot.com
semoga cangkirnya tetap terisi ya.. salam saudara... (^.^)
BalasHapusAamiin. Trims Kunjungannya mba, salam ukhuwah.
BalasHapussecangkirnya di sruput dulu...hem
BalasHapussecangkir syukur* mantap,
BalasHapussecangkir syukur* mantap,
BalasHapus