Oleh: Pirman (Usman Alfarisi)
Malam itu Sang Amirul Mukminin – Umar Bin Khattab – berkeliling ke segenap penjuru Kota Madinah. Beliau ingin mengetahui bagaimana keadaan rakyatnya ketika malam hari. Dalam sejarah, ini adalah yang pertama dan tidak akan terulang kembali, seorang kepala negara berkeliling Ibu Kota, sendirian, tanpa adanya pasukan pengawal. Subhanallah! Inilah salah satu bukti kecemerlangan sejarah Islam. Ketika Islam yang cemerlang, dipancarkan oleh pribadi – pribadi yang cemerlang pula. Maka, Rahmat Islam bagi semesta, sangat terasa, bagi siapapun.
Dalam jaulah – perjalanan – malamnya itu, sang khalifah mendengar sebuah dialog dari salah satu rumah warganya di Madinah. Dialog antara Seorang Ibu dengan Putri semata wayangnya. Ketika itu, sang Khalifah memerintahkan kepada seluruh penduduk di negerinya, khususnya bagi para penjual susu, agar tidak mencampur susu dengan air untuk kemudian dijual. Hal ini, merupakan salah satu perintah yang menunjukkan kesyumulan ajaran islam, bahkan tentang jual beli susu sekalipun, Islam mengaturnya.
Ibu tersebut berkata kepada anaknya, “ Nak, campurlah susu itu dengan air untuk kemudian kita jual.” Sang khalifah kaget. Ternyata, ada rakyatnya yang tidak mematuhi titahnya. Tapi beliau diam, ingin mendengarkan apa jawaban sang anak. Tak lama, sang putri menjawab, “ Wahai Ibuku, bukankah Amirul Mukminin melarang kita mencampur susu dengan air?” Jawaban ini membuat Umar kaget. Ternyata dari rahim Ibu tersebut, terlahir wanita yang Sholikhah, yang taat kepada pemimpinnya. “ Bukankah sekarang Amirul Mukminin tidak tahu?” jawab sang Ibu jujur. Ia tidak tahu jika ternyata Amirul Mukminin tengah “menguping” perbincangan Mereka. Jawab sang anak, “ Wahai Ibuku, Amirul Mukminin memang tidak tahu. Tapi, Allah adalah Maha Mengetahui atas segala yang diperbuat oleh HambaNya.” Umar terdiam. Ia haru. Bercampur bangga. Maka, sebelum pergi meninggalkan rumah tersebut, Ia menandainya. Agar esok bisa dikenalinya siapakah gerangan wanita sholikhah tersebut.
Ketika pagi menjelang, Amirul Mukminin mengumpulkan seluruh putranya. Ia memberi titah kepada Mereka, “ Nikahilah wanita itu. Jika salah satu dari kalian tidak ada yang berkenan, Aku sendiri yang akan menikahinya.” Sebuah perintah tegas yang tidak bertele-tele. Maka, dikisahkan salah satu dari anak Amirul Mukminin yang bernama ‘Ashim, menikahi wanita tersebut. Wanita sholikhah yang takut kepada Allah, Robbnya.
Sejarah kemudian mencatat, dari pernikahan itu lahirlah Khalifah kelima, Umar Bin Abdul Aziz. Khalifah yang hanya memerintah selama dua setengah tahun, namun berhasil menyejahterakan rakyatnya. Terbukti, pada masa pemerintahannya, Ia bingung untuk mencari mustahik-penerima zakat. Karena seluruh rakyatnya, tidak layak menjadi penerima melainkan pemberi zakat.
Kisah di atas, bukanlah berasal di negeri dongeng. Kisah ini merupakan fakta sejarah yang tidak mungkin dipungkiri. Sebuah kisah yang membuat kita bertanya dan menangis rindu. Rindu karena jaman kita, sangat susah dijumpai seorang pemimpin yang begitu peduli kepada rakyatnya. Yang ada, pemimpin kita saat ini, kebanyakannya adalah pemimpin yang SANGAT PEDULI pada nasib dirinya, keluarganya juga partainya. Bukan kepada nasib rakyatnya.
Setidaknya, ada beberpa hal yang bias kita ambil, untuk dijadikan Hikmah. Pertama, Teladan kepada semua pemimpin agar turun langsung ke lapangan. Hal itu adalah niscaya, agar pemimpin bisa mengetahui fakta. Bukan sekedar laporan dari stafnya yang sangat mungkin untuk dimanipulasi. Apalagi, di negeri kita terkenal dengan jargon ABS, “Asal Bapak Senang”. Maka, di sana sini, di semua lini, kita banyak menemukan data yang bersimpangan dengan fakta. Datanya, kemiskinan Turun. Faktanya, pengangguran meningkat, gelandangan bertambah, peminta – peminta semakin menjamur. Singkatnya, Kemiskinan bukan menurun melainkan meningkat pesat. Begitupun dengan aspek lainnya. Misal, kita disuguhi iklan bahwa pendidikan GRATIS. Iklannya booming, ditayangkan berkali – kali di layar televisi, disiarkan ke seluruh penjuru negeri. Sekali lagi, datanya, “PENDIDIKAN GRATIS”. Sementara itu, dilapangan kita dapati berjuta lebih anak negeri ini yang terpaksa tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya lantaran biaya. Jangankan untuk sekolah! Makan sehari – hari saja susahnya minta ampun. Yang biss masukpun, dikenai biaya yang tidak sedikit. Bahkan biaya tersebut tercatat melangit, tak terjangkau bagi kalangan Miskin yang diklaim telah menurun jumlahnya.
Kedua, Orang Tua berkewajiban mencarikan jodoh yang baik bagi anak – anaknya. Dalam kisah Umar Bin Khattab di atas, kita dapati sebuah kesimpulan yang sangat sederhana. Sang “presiden” menikahkan anaknya dengan anak penjual susu. Apa jadinya jika presiden kita sekarang melakukan hal serupa? Entahlah. Namun, bukan penjual susu yang dijadikan acuan bagi Amirul Mukminin, Beliau menikahkan putranya kepada wanita tersebut, karena ketaqwaan. Karena kesholihan. Bukan karena asesoris duniwai lainnya. Sungguh! Kita tidak banyak mendapati hal ini pada orang tua – orang tua masa kini. Dimana yang dijadikan patokan bagi orang tua – orang tua kita, bukanlah taqwa, melainkan harta, tahta dan aneka predikat dunia lainnya. Yang dilakukan oleh Amirul Mukminin ini, senada dengan perintah Nabi, “ Nikahilah wanita karena fisiknya, keluarganya, hartanya atau agamanya. Jika kamu menikahi mereka karena agamnaya, maka kalian akan selamat.” (Al Hadits)
Semoga Kita bisa mengambil hikmah dari kisah ini. Sehingga kita makin tergerak untuk terus belajar. Mempelajari Sejarah agung para pendahulu umat ini untuk kemudian mengejewantahkannya dalam kehidupan, semampu Kita.
Wahai Amirul Mukminin, Jasadmu telah berkalang tanah. Tapi karyamu, amalmu, akan senantiasa harum. Ia dikenang dan diteladani oleh seluruh umat yang mau berpikir. Semoga kami, bisa menapaki jejakmu. Wallahu A’lam Bishshowab.
*Pirman adalah seorang penulis kehidupan yang lahir di Pemalang, 10 jumadil Tsani 1408 H.
Jazakallah khairan adekku untuk catatan indah ini
BalasHapusSubhanallah
BalasHapus