Minggu, 29 Juni 2014

Kisah Berkesan Semasa Sekolah dan Mesantren

Kisah Berkesan Semasa Sekolah dan Mesantren

Nishfi Yanuar
 yang paling berkesan n tak pernah terlupakan adalah pengalaman 'ngantri' selama 'nyantri' di ma'had tercinta di bumi Reyog. apapun aktivitas dan kegiatan selama 24 jam selalu disertai pemandangan antrian. tak berlebihan jika kemudian ada istilah bahwa SANTRI bermakna SABAR ANTRI. bagaimana tidak, dari aktivitas bangun tidur sampai tidur lagi yang namanya antri tak akan pernah terlewati. mulai berjubel ngantri mandi, ambil wudhu, ambil makan, ambil minum, setrika baju, bahkan mau baca koran di papan baca aja harus ngantri juga. dan yang paling menyebalkan adalah saat (maaf) kebelet, toiletnya penuh, hadeeeh... tapi begitulah, ibarat dua sisi mata uang selalu ada dua hal yang beriringan. dalam antrian yang kadang menyebalkan di situlah kebersamaan ukhuwwah juga didapat. selalu ada canda di sela berkumpul menunggu antrian. tak jarang ide-ide ataupu solusi masalah tiba-tiba nyeletuk di depan pintu luar kamar mandi, tempat tongkrongan yang hits baget buat kaum santri sembari menunggu antrian mandi. di samping obrolan ringan kadangkala ada diskusi sesama santri, membahas muthola'ah, penampilan di muhadloroh, ada pula yang saling menyimak muhafadzah nadzam. intinya antri mengajarkan kita untuk juga menghargai waktu. jangan sampai waktu selama menunggu antrian terbuang sia-sia. harus memberikan jejak kebaikan. selain itu pepatah bahwa SANTRI adalah SABAR ANTRI agaknya memang benar adanya, dengan antri kita akan berlatih sabar, menghargai adanya proses, meletakkan hak sesuai tempatnya, tidak saling menyela meskipun kita tak pernah ada nomor antrian. apapun itu, kulantangkan that I LOVE TO BE SANTRI, thanks for my DEHA

Muhammad Amirudin
Ini kisahku: Sejuta harapku, dalam tafsir do’a sunyi tak bertepi; Tuhan… Dekap aku dalam Kasih-Mu…
Aku tak hendak mendustakan semua yang telah Tuhan berikan untukku, terlebih setelah aku dapat mencecap manisnya kebersamaan disebuah penjara suci yang bernama Pesantren.
Aku alpa, aku khilaf, meski aku tak pernah meminta semua itu, tapi inilah takdirku. Jalan yang telah Tuhan gariskan untuk diriku yang sedang menuntut ilmu.
***
Dulu, aku tak pernah menerjang larangan yang telah ditetapkan oleh Pesantren, namun lambat laun, cobaan itu kini datang juga…
Berawal dari yang katanya Solideritas dengan sesama teman senasib sepenanggungan. Aku terjebak dalam jerat yang bermuara penyesalan. Semua itu adalah salahku, kesalahan yang tak seharusnya aku lakukan.
Sejak kelas XII SMA, aku mulai jauh dengan pengurus yang membimbingku. Aku tak lagi mau ketika Beliau memanggilku untuk sekedar makan bersama atau bertanya tentang kegiatan belajarku. Aku terlalu malu jika harus bertemu dengan beliau, karena waktu itu aku berpikir bahwa aku tak lagi seperti yang dulu; selalu aktif mengikuti kegiatan di Pesantren.
Aku mulai suka ke Warnet atau ke RD –Rental Disk- untuk sekedar mengusir suntukku, yang semua itu jelas-jelas adalah larangan Pesantren di mana kami dititipkan.
Namun aku tak hendak menyalahkan teman-temanku yang kerap kali mengajakku, hingga tak jarang aku harus keluar masuk Kantor karena mendapat takziran* dari keamanan pondok.
***
Malam itu, Kembali nasib malang menimpaku, aku dan teman-teman satu genk tidak mengikuti kegiatan pengajian sorogan* dan bandungan*, kami tertangkap basah oleh keamanan Pesantren ketika sedang asyik melihat Film Action di Rental Disk yang berada tak jauh dari area Pesantren.
Betapa terkejutnya, ketika tiba-tiba Para pengurus itu masuk tanpa permisi, karena sebelumnya, meski kami sudah sering mendapat takziran dari pengurus, tapi itu semata-mata karena ada yang mengadukan Aksi kami. Dan kini, kami harus diarak langsung hingga ke kantor sekretariat.
Betapa malunya aku pada waktu itu, tepat pukul 00.00 WIB, kami semua harus berkumpul di Kantor pondok untuk diintrogasi satu persatu. Pengurus yang membimbing dan mengarahkan aku selama ini, ternyata duduk tepat didepan kami bersama pengurus-pengurus yang lain. Sorot mata tajamnya membuat aku seperti ditelanjangi, aku hanya bisa tertunduk, malu.
Malam itu, tercatat ada 26 Santri yang melakukan pelanggaran, dari pelanggaran main PS, Ke Warnet, dan seperti kami; Nonton Film di RD.
Berbagai pikiran merasuk kedalam benakku, aku tak pernah tahu, kapan tepatnya aku mulai berubah menjadi pembangkak, -selalu menerjang peraturan pesantren yang sudah ditetapkan-, sering bolos ngaji, dan kesalahan-kesalahan lain yang membuat aku semakin tak dipandang oleh pengurus, karena kata mereka kini aku telah B-e-r-u-b-a-h.
Setelah cukup lama mendapatkan nasihat dari para pengurus, akhirnya kami diijinkan untuk kembali ke kamar masing-masing. Tapi dengan catatan : bahwa besok pagi, tepat Pukul 07.00 WIB, kami harus sudah berkumpul lagi di Kantor Sekretariat untuk sowan menghadap Pengasuh, guna memohon maaf, dan meminta hukuman yang tepat untuk orang-orang seperti kami.
***
Adapun nanti, seberat apapun hukuman yang diberikan oleh Romo Kyai, aku akan menanggungnya dengan senang hati. Bukan aku bangga menjadi Santri teladan yang sering mendapatkan hukuman, tapi karena aku tahu, itu adalah kesalahanku yang harus dipertanggung jawabkan. Dan titik akhir dari kesalahan ini, adalah membersihan semua kamar mandi di Pondok Putra.
Yeah, setelah sowan kepada Romo Kyai, kami semua harus menerima resiko itu. Dan itu, adalah kado terindah dihari Ulang Tahunku yang ke 18. Miris sekali…
Setelah itu, aku mulai bertekad untuk memperbaiki diri. meski aku tahu, untuk mengembalikan citraku dimata semua dan kepercayaan pengurus-pengurus terhadapku itu sangat sulit, tapi aku terus berusaha. Tajdidun niyyah, Muhasabah binnafsi ; Intropeksi diri dan memperbaharui niatku ke pesantren.
Seperti halnya merubah suatu perkara yang baik menjadi yang buruk itu sangat mudah, tapi untuk merubah perkara yang buruk menjadi yang baik itu sangatlah sulit.
Mungkin aku memang bukan orang baik, tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi orang yang baik-baik.
Pengalaman itu, mengajarkan aku arti kedewasaan dan tanggung jawab. Untuk tidak terulang kembali…
Tuhan, Engkau telah mengajarkan bagaimana caranya untuk bersyukur. Dan aku, tak akan pernah lelah untuk menguntai do’a, semoga Engkau tetap menuntutku di jalan yang Kau ridhoi…

Catatan ;
*Takzir ; Hukuman
*Pengajian Sorogan ; Membaca Kitab Kuning dengan disimak oleh Sang Guru
*Pengajian Bandungan ; Memaknai kitab yang dibacakan oleh Sang Guru



Aliem AL-Junayda
Kesan yang tak terlupakan tgl 12-14 Juli 2013 adl Ketika aku ditunjuk guru PAI untuk ikut LDK ROHIS SMA tingkat Nasional di Wisma Asrama Haji,Bekasi bersama 3 rekanku yg berbeda sekolah untuk mewakili Rohis dr Kabupatenku... di sana diberi materi bgaimana menjadi Khalifah/Pemimpin yg bijaksana, Alhamdulillah bgitu beruntungnya aku bertemu 0rang* hebat seperti Bpk Hasibullah Satrawi yg menerangkan bahwa 0rganisasi Rohis itu anti Radikalisme.Dan aku juga beruntung sekali dgn teman*ku yg super hebat,mereka saling berbagi pengalaman bgaimana menjadi s0s0k yg mandiri,mengajarkan Cara berwirausaha menghasilkan uang hasil keringat sendiri dan tdk terus menerus mengandalkan 0rang tua... disana kita di jadwal layaknya di P0npes,di Asrama pas hari puasa ,kita bersama baca ALQUR'AN,Sholat dan Sahur...".Dan yg kesan yg paling menyenangkan adl walaupun berbeda logat bahasa,suku atau pun ras kita saling menyatu karena kita semua adl SAUDARA... Dan silaturahmi kita tdk ptus walaupun kita tdk ktemu,kita masih calling*an .Hidayah yg dpt aku ambil adl Belajar menjadi Pemimpin yg amanah dan belajar kemandirian...menurutku dewasa tdk diukur dr faktor umur, tp dari bagaimana cara ia berfikir dan harus dilandasi dgn perbuatan".



Abu Usamah
Pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika saya masih SD ada seleksi untuk mengikuti lomba tilawah tingkat SD. Ada 3 anak yang diseleksi oleh guru PAI, dan saya diminta untuk mengikuti seleksi tersebut. Seleksinya adalah setiap peserta diminta untuk membaca satu halaman Al-Qur'an, yang suratnya ditunjuk acak oleh guru PAI. Bagi yang salahnya paling sedikit maka dia yang akan mewakili sekolah. Padahal saya sama sekali tidak berniat untuk mengikuti seleksi ini, dan bahkan ketika giliran saya untuk membaca, saya sengaja untuk membuat kesalahan. Tapi ternyata justru dari ketiga peserta tersebut, saya satu-satunya peserta yang tidak ada kesalahannya ketika membaca. Hikmahnya adalah praktice makes perfect. Mungkin karena saat itu saya setiap sore ikut TPA, jadi hampir setiap hari saya membaca Qur'an. Yah meskipun nggak lancar, tapi ternyata ada hasilnya ketika ada ujian mendadak.

Anggi Putri W
Kisah masa putih abu-abu yang tak pernah lepas dari ingatanku. Sebuah pengabdian dan wujud kecintaan pada tanah air melalui kegiatan ekstrakurikuler Paskibra. Jujur saja, aku daftar di ekskul tersebut hanya kebetulan. Awalnya aku mendaftar tari, pramuka, dan PMR. Karena antara dua kegiatan tersebut harinya bersamaan, akhirnya aku pilih paskibra sebagai solusinya. Bukan solusi yang tepat, pikirku awal.
Banyaknya desas-desus bahwa ekskul Paskibra sangat keras, disiplin, dan terikat dengan peraturan yang membelit membuat diriku sedikit pesimis. Sekolahku satu-satunya sekolah yang tidak memakai pelatih dalam mengajar Paskibra di kotaku. Senior yang mengajar juniornya. Namun yang membuat aku bangga, sekolahku sering membawa piala kemenangan tiap kali perlombaan.

***
Hari lelahku dimulai pada saat matahari tepat di atas puncak kepala. Dahaga yang menggerogoti tubuh sengaja kutahan. Latihan, latihan, dan latihan. Itulah awal rasa menyesalku terjurumus dalam ekskul itu. Jika akan perlombaan, kami ditempa selama dua hingga tiga bulan. Latihan dimulai sepulang sekolah yaitu siang hari dan diakhiri hampir maghrib, begitu seterusnya. Pada saat titik kelelahanku, salah seorang temanku melakukan kesalahan gerakan. Untuk menjaga rasa korsa(kekompakan) kami menanggung hukuman bersama. Seperti biasa, push-up pun dilakoni bersama. Namun tak seperti push up pada umumnya. Ketika mengangkat badan, dengan posisi itu harus ditahan hingga ... entah, tak kutahu lamanya. Peluh bercucuran hingga senja pulang ke peraduannya, belum lagi kesalahan kesalahan yang mengekor berikutnya. Semua hukuman dikalikan dan ... tak kusangka! Hingga menembus angka 1546. Bukan angka yang sedikit.

"Jika kalian membawa piala juara 1, hutang dianggap lunas," ucap salah seorang seniorku. Dalam batinku berkata, "Penebusan yang luar biasa."

Kami pun satu pleton membulatkan tekad, lebih kompak dan merasakan susah senang bersama. Hingga hari H tiba, kami membawa piala juara 1, piala bergilir, dan piala the best formasi. Air mata mulai meluber seiring kegembiraan yang tercipta.
***
Kini aku menyadari, pembelajaran seniorku dulu sungguh luar biasa. Dengan kemasan tegas mereka bisa mendidik kami menjadi manusia luar biasa, bermental baja, tak takut dengan tantangan, dan tentunya menjadi sang juara. Hutang pun dianggap lunas! Senangnya
Tegas bukan keras
Itulah hikmah dan aku jadikan pengamalan kepada murid-murid atau pun adik-adik yang aku latih.

Munika Duri
 Aku telat untuk bisa mengaji dengan makhroj yang benar. Pada saat aku beranjak kelas 3 dan setelah UN aku menjadi penganggur, akhirnya ibu menyuruhku untuk mengaji ke ustadzah. Awalnya aku sangat senang karena aku belum pernah mengaji dipondok atau ke ustadzah , akhirnya awal berangkat aku mengajak kakakku untuk menemani hari pertamaku. Setelah sh0lat magrib aku berangkat tapi aku bingung kenapa kok sepi cuma hanya terdengar seperti ada yang membaca istigosah aku dan kakakku gak berani untuk mengganggu kami menunggu hampir lama tiba-tiba ada anak pondok laki-laki dan bertanya ada apa mbak aku menjawab jika aku inging belajar mengaji akhirnya kami beranikan untuk bersalam dan udah 5x aku mengucap salam tapi tak ada yang menggubris akhirnya istigosah sudah berhenti dan kami mengucap salam sekali lagi lalu dibuka pintunya dan aku langsung masuk untuk menunggu giliranku mengaji. Ustadzah menyuruh untuk membaca al fatihah setelah selesai tiba-tiba ustadzah menangis. Aku berpikir apa salahku banyak aku jadi bingung aku malu diumurku 18tahun aku tidak bisa mengaji akhirnya adzan isya' terdengar lalu kami berpamit untuk pulang. Aku memutuskan untuk sholat magrib dipondok agar aku juga bisa mengikuti kegiatan dipondok. Hari kedua aku mengaji masih belajar taawudz dan ternyata susah banget. Lidahku terlalu kaku untuk menghasilkan huruf tho'. Alhasil 2 hari baru aku bisa mengucapkan lafadz taawudz dan beranjak ke basmallah. Semakin hari mengajiku alhamdulillah semakin baik, semoga Allah mempermudah aku untuk membaca Al quran dengan lancar yang terpenting adalah niat dan hati kita.

Akhmad Fatoni Cerita ini terjadi saat aku kelas xi. Begini, kala itu pelajaran Fisika. Pelajaran yang menurutku itu cukup membuatku gerah. Sebab aku lebih suka pelajaran bahasa dan ilmu sosial.
Pelajaran Fisika, setelah istirahat. Kala itu, teman-teman kalau bolos kadang ke kantin. Kadang loncat pagar. Namun, aku dan beberapa temanku selalu punya cara yang santun untuk bolos. Yah, cara santun. Pilihan kami, OSIS. Setiap kita bolos selalu terstruktur. Kalau bosan di kantin, ya keluar sekolah. Tapi, kami tidak loncat pagar. Melainkan lewat pintu depan dan harus melalui pak satpam. Namun, bagi kami saptam bukan masalah.

Lah, waktu pelajaran Fisika datang, aku dan 3 temanku memilih bolos keluar. Kita beli es. Karena masih malas. Sampai jam pelajaran Fisika habis, kami ndak balik. Kita tidur di pondoknya Roji. Setelah bel pulang berbunyi. Kita balik ke sekolah. Lah, kejadian naas itu terjadi. Guru Fisika mencari kami. Beliau tanya guru piket, apakah kita mengantongi ijin. Dus. Kasus tertangkap. Kita tak berijin. Dan keesokan harinya, kita dipanggil. Namun, kita sudah punya senjata. Kita mengaku salah karena tidak ijin. Tapi kita bilang, mengurus persiapan buat perpisahan kelas xii. Dan aman. Kita ditegur, tapi lolos hukuman.

Achmad Yusuf Sinatriya
Kisahku di SMA awal aku sekolah
Dulu pernah suatu ketika setiap kali guru menerangkan suatu pelajaran, sama sekali tak ku hiraukan apa yang mereka terangkan. sebab, sebelum mereka menerangkan, 75% apa yang guru saya katakan, saya sudah memahaminya. jadi, tidak ada keinginan saya membahas / mempelajari suatu Ilmu dimana sudah saya pahami ketika itu. itu di masa lalu.
Setiap kali jam Istirahat berbunyi, satu tempat utama yang ku tuju adalah Masjid, karena kebetulah sekolah saya bersebelahan dengan sebuah masjid, salah satunya terbesar di surabaya. yaitu masjid kemayorang, yang terletak tepat di depan gedung DPRD Surabaya.
Saya berbeda di masa itu dari anak-anak ataupun kawan-kawan sebaya saya. normalnya setiap murid yang ketika bel sekolah berbunyi untuk istirahat, tempat terpenting yang mereka tuju adalah Kantin atau mungkin perpustakaan sekolah. tapi kalau saya, tidak. masjid tujuan utama saya ketika bel istirahat berbunyi.
Saking sukanya saya duduk beribadah di masjid, pernah selama 7 hari, setiap kali bel istirahat berakhir, sama sekali saya tak bergerak atau bergegas melangkahkan kaki untuk memasuki ruang kelas sekolah. entah karena apa, mungkin karena terlanjur nikmat kali ya dengan dzikir di dalam masjidnya, sekalipun panasnya bukan main udara ketika itu.
Dalam 7 hari itu sebelum menginjak hari ketujuh, sesekali pernah saya langkahkan kaki saya ke kelas, dan kebetulan jam mata pelajaran kimia sudah di mulai. guru pengajar mata kuliah berdiri di depan pintu bagian dalam kelas dengan wajah yang nampak begitu garang, walau perawakan tubuhnya pendek. Hehehe
Dia berkata, "darimana saja kamu kok baru masuk kelas?? setiap kali masuk jam pelajaran saya, kamu selalu saja tak pernah hadir / tak ada di kelas. lebih baik kamu keluar dan tak usah mengikuti mata pelajaran saya."
Dengan wajah mengiba saya menjawab dan mengatakan sejujurnya darimana saya, "bu, maaf jika saya tak pernah masuk jam mata pelajaran ibu, sebab saya selalu berada di dalam masjid setiap kali bel istirahat sekolah berbunyi untuk masuk."
Karena alasan yang logis dan wajah ibaku, akhirnya sang ibu guru mengerti dan memahami kondisi tentang mengapa saya tak pernah memasuki mata pelajaran seusai istirahat. beliau pun berkata, "yasudah kamu masuk sana, dan lain kali jangan di ulangi lagi seperti itu."
Aku menjawab "iya bu, Insya Allah tidak saya ulangi lagi."
Setelah itu, hari berlanjud hingga suatu ketika ada segerumbulan preman sekolah mengancam dan memalaki saya. pernah sempat terkena pukulan, tapi bagi saya pukulannya tak berasa, sebab saya sendiri anak silat yang sudah terbiasa terpukul dan terbanting dalam latihan.
Agak ketakutan juga sih dengan ancaman sepulang sekolahnya, akhirnya saya memutuskan untuk singgah di masjid selama pelajaran pasca istirahat berlangsung. ketika dzikir di dalam masjid, Alhamdulillah ada keajaiban muncul menghampiri saya. keajaiban itu berupa guru yang menghampiri saya. menegur saya untuk masuk kelas.
Karena sedikit bisa ackting, akhirnya guraian air mata ku tumpahkan dan ku katakan bahwa sedang ada masalah dengan keluarga, tapi itu bohong. mau tak mau saya di bawa ke BP atau kantor pembinaan siswa ketika itu. akhirnya saya cerita yang sejujurnya tentang masalah yang saya hadapi itu, tentang pengancaman preman gadungan sepulang sekolah.
Kak lama duduk di BP, akhirnya anak yang bersangkutan tiba di kantor BP dan di adili, layaknya di persidangan meja hijau. Hehehe
Setelah banyak berbincang tentang kesalahan preman tersebut, akhirnya preman tersebut meminta maaf padaku dan berjanji untuk tidak mengulangi hal yang sama lagi.
Kejadian ini, tepat di hari ketujuh selama masuk sekolah. dan bagiku, angka tujuh itu salah satu angka ajaib yang tak harus di yakini sih keajaibannya. Hehehe

Setelah itu, menjelang kenaikan kelas, preman itu mendapat pelajaran yang lebih berat lagi, yaitu tidak naik kelas. dan yang lebih membuatku bersyukur adalah ketika dia menyatakan ingin pindah sekolah dan tak bersekolah di sekolah tempat saya menimba ilmu itu.

Bagiku, itu adalah suatu keajaiban juga, karena di jauhkannya saya dari orang2 yang dzalim dalam hidup saya ketika itu.
The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar