Minggu, 11 November 2012

Tentang Ahmad Fuadi : Dari Italia Persembahkan Kisah Anak-anak Sumatera Barat

Tentang Ahmad Fuadi : 
Dari Italia Persembahkan Kisah Anak-anak Sumatera Barat

Jakarta, Radar Seni – Penulis novel best-seller Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna, Ahmad Fuadi, berangkat ke Italia setelah terpilih sebagai Resident Writer di sebuah program prestisius Bellagio Center. Tak hanya Fuadi, beberapa seniman dan akademisi dari seluruh dunia juga mengikuti kegiatan yang didanai Rockefeller Foundation tersebut. Salah satu penulis yang pernah menjadi resident di program ini adalah Michael Ondaatje, penulis novel English Patient yang kemudian diangkat ke layar lebar dan memenangi 9 piala Oscar tahun 1996. Dari Negeri Pizza itu, dia akan menulis kisah anak-anak Sumatera Barat.
Di Italia, Fuadi akan tinggal di sebuah villa di pinggir Danau Como di utara Italia. Di situlah Fuadi akan menulis novel terbarunya selama sebulan sejak 25 Oktober mendatang. Pria yang lahir 30 Desember 1972 ini memang ingin terus mengembangkan sayap, mencari semakin banyak pengalaman untuk meningkatkan kemampuan menulisnya.
“Saya sangat bersyukur bisa terpilih dan mendapat kesempatan langka ini. Menulis dengan suasana yang tenang dan tinggal 1 bulan di sebuah villa di pinggir salah satu danau terindah di dunia,” ujar Fuadi.
Menurut Fuadi, dari kamar villanya dia bisa melihat danau dan puncak-puncak Alpen di Swiss yang hanya berjarak beberapa kilometer saja. “Di Itali saya akan mulai menulis novel keempat saya tentang kehidupan anak-anak di Sumatera Barat,” imbuhnya.
Nantinya novel yang ditulis Fuadi di Italia akan bercerita tentang kehidupan anak-anak di pinggir Danau Maninjau, tempat kelahirannya. Meski settingnya lokal, namun ada pandangan global dalam tulisan itu nantinya.
“Kebetulan banget, ceritanya diilhami pengalaman saya lahir dan besar di pinggir danau di Minangkabau. Siapa kira saya dapat kesempatan menuliskan pengalaman ini di pinggir sebuah danau juga, tapi di Itali,” tutur suami Danya Dewanti ini.
Saat ini Fuadi tengah mengedit buku ke-3 dari trilogi Negeri 5 Menara. Novel ketiga Fuadi ini sedang memasuki penyelesaian akhir. Diharapkan pada awal tahun 2013 mendatang novel tersebut sudah bisa terbit. Novel tersebut akan bercerita tentang petualangan tokoh Alif setelah dia lulus kuliah. Dia akan melakukan pencarian banyak hal, seperti kerja, jodoh dan misi hidupnya.
“Settingnya di Jakarta dan Washington DC. Yang seru antara lain bagaimana Alif menemukan jodohnya. Tunggu saja awal tahun untuk lebih lengkah,” lanjut Fuadi memberikan sedikit bocoran.
Dia menyebut saat ini novel Negeri 5 Menara menjadi novel Indonesia terlaris sepanjang sejarah penerbit Gramedia Pustaka Utama. Novel itu bahkan sudah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul The Land of Five Towers.
Sedangkan buku keduanya, Ranah 3 Warna, sedang dalam proses penerjemahan. Selain itu Fuadi akan diundang menjadi pembicara di pameran buku terbesar dunia, Frankfurt Book Fair pada pertengahan Oktober. Dia juga akan menjadi pembicara di Singapore Writers Festival di awal November 2012.
“Semoga saya bisa ikut mengenalkan dunia buku Indonesia ke masyarakat dunia. Sudah saatnya kita giatkan literasi Indonesia untuk dunia,” harap Fuadi.
Profil
Ahmad Fuadi (lahir di Bayur Maninjau, Sumatera Barat, 30 Desember 1972; umur 39 tahun) adalah novelis, pekerja sosial dan mantan wartawan dari Indonesia. Novel pertamanya adalah novel Negeri 5 Menara yang merupakan buku pertama dari trilogi novelnya. Karya fiksinya dinilai dapat menumbuhkan semangat untuk berprestasi. Walaupun tergolong masih baru terbit, novelnya sudah masuk dalam jajaran best seller tahun 2009. Kemudian meraih Anugerah Pembaca Indonesia 2010 dan tahun yang sama juga masuk nominasi Khatulistiwa Literary Award, sehingga PTS Litera, salah satu penerbit di negeri jiran Malaysia tertarik menerbitkan di negaranya dalam versibahasa melayu. Novel keduanya yang merupakan trilogi dari Negeri 5 Menara, Ranah 3 Warna telah diterbitkan sejak 23 Januari 2011. Fuadi mendirikan Komunitas Menara, sebuah yayasan sosial untuk membantu pendidikan masyarakat yang kurang mampu, khususnya untuk usia pra sekolah. Saat ini Komunitas Menara punya sebuah sekolah anak usia dini yang gratis di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan.
Memulai pendidikan menengahnya di KMI Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogodan lulus pada tahun 1992. Kemudian melanjutkan kuliah Hubungan Internasional diUniversitas Padjadjaran, setelah lulus menjadi wartawan Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam tugas-tugas reportasenya di bawah bimbingan para wartawan senior Tempo. Tahun 1998, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University. Merantau ke Washington DCbersama Yayi, istrinya—yang juga wartawan Tempo-adalah mimpi masa kecilnya yang menjadi kenyataan. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden TEMPO dan wartawanVOA. Berita bersejarah seperti peristiwa 11 September 2001 dilaporkan mereka berdua langsung dari Pentagon, White House dan Capitol Hill.
Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia mendapatkan beasiswa Cheveninguntuk belajar di Royal Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter. Penyuka fotografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi:The Nature Conservancy.
Ia adalah cucu Buya H. Sulthany Datuk Rajo Dubalang dan Buya Sulaiman Katik Indo Marajo.

*Dikutip dari www.radarseni.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar