Selasa, 31 Januari 2012

KRISIS KETELADANAN VS KRISIS KESANTUNAN





Oleh: Fitri Arniza

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapakanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra’: 23)



Allah Ta’aalaa melalui firmanNya di atas memerintahkan kepada kita semua untuk berbakti kepada orangtua. Namun, coba sejenak kita perhatikan kenyataan yang ada pada saat sekarang ini, dimana banyak sekali seorang anak durhaka pada kedua orangtuanya terlebih pada ibu. Mirisnya lagi, ada pula anak yang sampai hati membunuh orangtuanya sendiri. Padahal jika kita perhatikan firman di atas, Allah telah melarang keras untuk tidak melawan kepada orangtua, jangankan dengan tindakan dengan ucapan “ah” saja tidak dibenarkan.

Zaman globalisasi yang saat ini terus berkembang seolah telah mengantarkan seorang anak pada gerbang krisis kesantunan. Seorang anak yang diharapkan semakin dewasa semakin bakti pada orangtuanya, justru yang terjadi malah sebaliknya. Kerusakan moral yang terjadi akibat pergaulan ternyata berdampak pada perilaku anak kepada orangtuanya. Betapa banyak anak yang tak lagi mau mendengarkan nasihat orangtuanya, mereka merasa lebih banyak tahu daripada orangtua dengan dalih teknologi yang kian canggih. Orangtua yang seharusnya dihormati dan ditaati kerap kali mendapatkan perlakuan yang kasar, contoh ketika seorang anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya ia akan membrontak baik dengan lisannya maupun dengan tindakan seperti pergi dari rumah, mogok makan dan lain sebagainya. Inilah protret suram generasi saat ini.

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan …..” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Kembali kita diingatkan dengan firman Allah Ta’aalaa di atas. Islam sangat menekankan pada kita agar selalu berbuat baik pada orangtua, memperlakukan mereka dengan santun. Karena kalau kepada orangtua saja kita sudah berani menentang bagaimana kepada yang lain. Pun Allah sangat membenci anak yang durhaka kepada orantuanya. Sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah riwayat seorang anak durhaka bernama Alqomah yang nyaris dibakar saat meregang nyawa karena ia sangat zholim kepada ibunya dan tak mau mengakui ibunya sendiri. Tetapi bagaimana pun keadaan seorang anak yang namanya ibu pastilah akan memaafkan seburuk apapun anak yang sudah dilahirkannya. Lalu masihkah kita durhaka kepada orangtua yang sudah begitu besar jasanya pada kita? Jawaban berpulang pada hati kita masing-masing.

“Keridhoan Allah terletak pada keridhoan orangtua, dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan orangtua.” (Hr. Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Di sisi lain kita juga dihadapkan pada fenomena kurangnya keteladan yang diberikan orangtua kepada anaknya. Contoh ketika adzan baru saja selesai dikumandangkan, kemudian seorang ibu menyuruh anaknya untuk sholat, sudahkah ia juga pada posisi bersiap untuk sholat atau ia malah sedang menonton televisi. Ini yang terkadang perlu dipertanyakan. Orangtua selaku pendidik pertama maka merekah yang harusnya menjadi panutan bagi seorang anak. Tidak memerintahkan sesuatu kepada anaknya sebelum ia sendiri mengerjakannya. Tidak marah sekenanya saja. Sebab, ketika orangtua marah atau membentak anaknya maka sang anak tak akan melupakan momen itu seumur hidup.

“Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman:15)

Seorang anak memang dituntut untuk berbakti pada kedua orangtuanya tetapi ayat di atas menjelaskan bahwa orangtua yang harus ditaati juga memiliki kriteria khusus yakni tidak mengajak kepada kesyirikan dan tidak melanggar syari’at yang telah Allah tetapkan bagi kita. Ayat di atas juga memberitahukan pada kita bahwa ada anak durhaka adapula orangtua yang durhaka.

Jadi jelaslah bahwa ketika orangtua berharap dihormati oleh anaknya, maka mereka dululah yang harus memberikan teladan dan pendidikan yang terbaik. Karena salahsatu pemicu krisis kesantunan seorang anak adalah kurangnya keteladan yang diberikan oleh orangtua karena ia merasa enggan menuruti perintah orangtua yang di matanya tidak memiliki jiwa pemimpin yang baik.

Selain meledani sikap Rasullah Shollallahu ‘alaihi wasallam, orangtua juga hendaknya meniru sikap Luqman Al-Hakim. Seorang bangsa Afrika yang berkulit hitam tetapi memiliki sifat mulia sehingga namanya diabadikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an. Ia tak hanya terkenal dengan kesholehannya tetapi ia juga senantiasa memberikan nasihat kepada anaknya,

“Wahai anakku! Laksanakanlah sholat dan suruhlah manusia berbuat yang makruf dan cegahlah yang mungkar dan bersabarlah terhadap yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itutermasuk perkara yang penting.” (QS: Luqman: 17)

Alangkah bahagianya seorang anak jika setiap orangtua memiliki sifat seperti Luqman Al-Hakim. Karena Luqman Al-Hakim adalah tokoh pendidik yang agung, ia mengajarkan kebaikan pada anaknya tidak hanya melalui lisannya tetapi juga dengan perbuatan. Inilah sosok ayah yang didambakan generasi saat ini, generasi dimana seorang anak tak lagi patuh pada orangtua.
Terakhir, patuhnya seorang anak pada orangtua adalah hubungan timbal balik dari apa yang diberikan orangtua. Jika Orangtua sudah melakukan fungsinya sebagai teladan maka dengan otomatis anak akan patuh kepada orangtua. InsyaAllah.


*Penulis adalah Tholibat Ma’had Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah Medan

1 komentar: