Rabu, 27 April 2011

Warna-Warni Pujangga Ta’aruf

Warna-Warni Pujangga Ta’aruf

oleh Pertiwi Soraya



Pukul 10.30 malam, laptop ku masih menyala, setia menemaniku yang terkantuk-kantuk, masih merayu sepasang kelopak mata untuk tidak tertutup beberapa saat lagi. Yah, mungkin beberapa jam lagi. Untunglah mereka maklum dengan keadaanku yang tengah diburu deadline. PR pertamaku hasil dari buah cintaku pada FLP, belum selesai.

Tak mau hanya ku saja yang dimaklumi, aku pun meyuguhkan penawar kantuk agar kedua indra penglihatku bisa diajak bekerjasama. Headphone biru kebanggaanku pun kusampirkan ketelingaku setelah lebih dulu list winamp diisi dengan lagu-lagu dari SNSD. Setelah volume headphone cukup berpotensi mencegah kedua kelopak mata ini tertutup tanpa dikomando, sekali tekan tombol ENTER, ”Klik!” musik khas girlband korea ini pun mengalun indah didukung fasilitas bass headphoneku, membangunkan saraf-saraf yang hampir meninggalkan alam sadar. Kepalaku refleks mengangguk-angguk. Dunia serasa milik sendiri, yang lain maaf ya , ngungsi. Mantap...

Jemariku mulai menari di atas keyboard, tak peduli pada TV yang tengah mempertontonkan Fear Factor yang mulai menegangkan. Namun memang sudah nasib mata yang suka jelalatan, sesekali melirik juga karena penasaran. ”Mata untuk melihat”, begitulah yang setidaknya tertulis di lawh mahfuz. Jengkel, otakku menjewer saraf mataku. Lalu dengan ketus dia bilang ”D E A D L I N E”. Akhirnya saraf mata itu pun patuh, kembali ke jalan yang lurus, ke tujuan semula. PR.
Lima hari yang lalu sampai kemarin siang aku sebenarnya masih kekeh akan buat tulisan dalam bentuk esai. But, there is always ”but”, because ini and itu, akhirnya kuputuskan buat dalam bentuk yang simpel saja, dan ini lah dia hasilnya, Kawan. Ku batasi hanya pada hal-hal yang benar-benar berkesan saja, seperti kejadian lucu dan yang lumayan buat adrenalin bekerja.

Yah, selama acara ta’aruf di Rumah Cahaya hari minggu kemarin lumayan memacu adrenalinku, terutama ”driver” ku. Cie.. driver?? Maksudnya temen yang selalu ditebengi ke TKP. Yah, aku sih tau diri diboncengan. Ingatkan Bos dengan slogan ”Slow aja di boncengan man!”. Nah, kalau orang yang pertama kali naik pesawat terbang, ketika sang burung besi tengah berpawai di udara, sering bilang, ”orang bejat pun bisa langsung tobat nasuha kalau mengingat tiba-tiba pesawat ni jatuh. Sehingga berzikirlah awak sepanjang jalan.” Kalau di boncenagan konco awak yang satu ni, sepanjang jalan berzikir sajalah kerja awak...pasrah man. Bukan ngebutnya yang dikhawatirkan, tapi nekatnya ini yang buat jantungku loncat-loncat. Huff..

Nah, itu baru satu yang buat adrenalin ku keringatan. Ada satu lagi ni yang membuat enzim yang satu ini panas dalam. Alkisah, waktu acara ta’aruf ada ”games ta’aruf” yang mengharuskan setiap anggota baru mengenal anggota lainnya. Ya iyalah wajar, namanya juga acara perkenalan. Betul nggak?

Awalnya aku pikir seprti games yang biasa kami lakukan waktu di organisasi kampus pada acara yang mirip walau serupa. Ternyata oh ternyata, rupanya eh rupanya. Tak semudah yang ku kira. Inti permainanya, setiap peserta harus konsentrasi dan menyebutkan nama orang-orang yang telah disebutkan sebelumnya secara bergiliran dan berurutan. Semakin jauh giliran seseorang, maka semakin banyak nama yang harus diingat dan disebutkanya. Wuih..aku sempat shock and trauma juga, berhubung giliranku cukup jauh. Otomatis banyak juga nama dan wajah yang harus diingat. Apalagi kalau yang berhubungan dengan nama dan wajah orang, aduh...saraf-saraf di otakku ini susah banget dibujuknya. Tapi setelah berjuang mati-matian dengan tak sampai berdarah-darah, ujian berat ini berhasil dilewati, dengan cukup satu saja kekeliruan, nggak berniat nambah kok.

Selesai dengan pembahasan si adrenalin, mari kita berkunjung ke figur yang satunya lagi, si endorfin, alias hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan bahkan kelucuan.

Kalau boleh jujur dan boleh curhat gratis, ada dua hal yang ternyata tidak seperti yang ku perkirakan dan fikirkan. Yang pertama, seorang teman yang kukira tersapu ombak eliminasi saat seleksi ternyat hadir dan entah mengapa malah jadi teman satu kelompok saat games part 2. kebetulan dia adalah teman sekelas waktu aku masih duduk dibangku kuliah. Aku and the genk menganugerahkan julukan ”Mr. Silent”, yang matching dengan dirinya. Entah kebetulan atau memang telah tertulis di lawh mahfus kali ya, si teman ini memang selalu atau paling tidak sangat-sangat sering satu kelompok denganku. Nggak di kampus, nggak waktu traveling, bahkan di FLP juga. Ckckck...kalau dari kacamata ini dunia jadi tambah sempit aja ya..

Hal meleset nomor dua, masih tentang figur seseorang yang ku kira kharismatik dan sedikit humoris, ternyata oh ternyata humorisnya tidak sedikit, malah buanyak buanget. Sampai-sampai waktu itu, setelah sang tokoh ini memuntahkan humornya, radar telingaku sempat menangkap sinyal yang nggak nyasar sih, Cuma numpang lewat aja. Ada yang bilang gini nih, ”nanti ada pulak anggota FLP yang jatuh cinta karena humor dan bercandanya itu lho”. Langsung aku bilang, ”jatuh cinta sih nggak apa-apa, nggak dilarang kok. Monggo...” di dalam hati tapi.

Pensiun dari pembahasan hal-hal tak disangka, mari kita lanjut ke hal terakhir, hal yang lucu, hahaha..eh belom yah.^_^

Masih di kawasan games for ta’aruf. Games ini meminta tumbal sebuah pulpen untuk digilir. Orang pertama menyerahkan pulpen pada orang kedua yang ada di sebelah orang pertama sambil menyebutkan namanya. Selanjutnya orang kedua menyerahkan si tumbal tadi pada orang ketiga di sebelahnya sambil menyebutkan dari siapa ia mendapatkan pulpen itu, lalu menyebutkan namanya. Orang ketiga akan melakukan hal yang sama seperti orang kedua, dan begitu seterusnya. Sehingga orang terakhir harus ikhlas menerima nasibnya karena berarti ia harus menyebutkan semua nama peserta dari siapa-siapa saja ia menerima pulpen itu. Ada mantranya lho. Adapun mantra yang harus diucapkan dalam games tersebut kurang lebih seperti ini redaksinya (cieileh..) ”Saya terima pulpen ini dari si A, B, C, D, (dst. sampai Y). Nama saya Z”.

Warning:
Kurang konsentrasi dalam permainan ini dapat menyebabkan efek samping berupa kinerja otak tidak sebahat dengan kinerja otot-otot mulut. Sangat mungkin lidah menderita keseleo karena tak bertulang, sehingga lain maksud lain yang diucapkan.

Aku pun hampir melakukan kesalahan yang sama karena sang otak terlalu sibuk meghapal nama-nama yang harus diucapkan. Untunglah hubungan otak dan otot bicara ku sangat harmonis sehingga mereka berduet dengan manis waktu itu. Namun lewat beberapa giliran setelah aku, akhirnya terdengar jugalah kalimat yang menyesatkan itu dari celah bibir salah seorang akhwat. Ia ternyata terjerat dalam arus ketegangan, kewaspadaan, kehati-hatian, keseriusan, kepanasan, dan kelaparan. Ketika pulpen itu sampai di tangannya, ia telah menarik napas untuk memuntahkan hapalannya, dan mulailah ia merapalkan mantra ajaib itu, walau akhirnya ia sadar dan nafasnya tertahan,
”Saya terima nikahnya...eh...”


-----ooo0ooo-----

Tidak ada komentar:

Posting Komentar