Senin, 28 Juni 2010

Mozaik 2 Menengadah Langit untuk Seseorang di Lain Benua

Waktu menunjukan pukul sebelas malam ketika aku menengadah keatas, mengintip langit , tak terlalu cerah memang gumpalan awan menyamarkan bulan-bintang.

Aku menengadah langit bukan sedang mencari ‘galaksi cinta’-nya kinanthi dan ajuj , bukan. aku menengadah langit berharap ada seseorang (banyak orang) yang menengadah langit yang sama, bulan yang sama walau tentu dengan susasana-keadaan yang berbeda. Mungkin langit yang ditatap seseorang (banyak orang itu) lebih cerah tak terhalang awan, rembulan mempesonakan dirinya, bintang mengedip manja, atau mungkin langit yang mereka tatap lebih pekat, gerimis hujan mengubur bulan-bintang, entahlah. Berbeda pula mungkin suasananya, keromantisannya, lebih gegap gempita, atau lebih sunyi, yang pasti malam ini aku merasa de javu tapat setengah de javu: menengadah diberanda masjid sebuah pesantren, langit tak terlalu cemerlang-shepia persis 10 tahun lalu, bedanya ketika itu aku menengadah bersama seseorang, ya seseorang yang mengangap aku orang yang paling dibenci sekaligus teman terbaiknya, aneh.

10 tahun lalu ketika kami berjanji untuk menengadah lagi tepat hari ini, 10 tahun kemudian, walau hanya 1 menit, memastikan bahwa kami masih ada diatas bumi masih bisa menyatukan hati walau terpisah Negara, pulau bahkan benua. Menyaksikan langit yang sama langit yang dicipta-Nya sebagai saksi bisu setiap langkah episode hidup.
Aku terus menatap langit pekat-lekat. Ingin rasanya memastikan bahwa ia juga melakukannya tapi…, ah sudahlah, tidakpun tak apa, mungkin ia terlalu sibuk dengan studinya. Padahal jujur dalam hati aku sangat berharap ia juga melakukan hal yang sama menengadah.

Sudahlah, sudah, lebih baik kupastikan saja bahwa aku tak mengingkari janji itu paling tidak aku telah menempati janji, kalaupun ia lupa biarlah mungkin tak ada dosa baginya meninggalkan janji yang remeh-temeh demi amanah yang lebih besar untuk menuntut ilmu dan ibadah.

Akhirnya bulan sabit itu muncul juga setelah lama terkurung gumpalan awan, sepertinya ia menyungging senyum, untukku seorang, eksklusif bagiku. Tapi harus keredam rasa individualis itu, harus sunggingan rembulan sabit itu bukan hanya untukku, sungging itu untuk semua makhluk yang bertasbih padaNya mentafakuri karuniaNya, subhannallah, betapa piciknya manusia yang menganggap sesuatu adalah miliknya.

Hp-ku berdering membuyarkan lamunan sebuah pesan sms masuk dari nomor asing nomor luar negeri barang kali, aku penasaran, kubuka, kubaca perlahan kata-kata awalnya membuatku menggernyitkan dahi, namun untaian kalimat berikutnya membuka tabir siapa pengirimnya. Hem…, memang sepertinya rembulan sabit menyungging senyum hanya untukku seorang, segera ku ber-istigfar atas ketidak-senonohanku ini astagfirullahh aladzim.

***


Rabu, 23 Juni 2010

MozaiK 1 Proffesor Mumtaz Jidan

Kututup al-quran kecil yang sedari tadi kubaca, kumasukan pada saku baju koko.
Kuedarkan pandangan, kemudian menatap lekat sebuah bangunan berlantai dua, sebuah kuban dan di sampingnya beberapa menara: mesjid.
Terdengar nyaring ribuan santri mendengarkan tilawah bak suara tawon di depan sarangnya.

Kutatap kembali menara yang berdiri tegap, menara tempat bernaung sahibul menara dalam novel A fuadi – Negeri 5 menara.
Beberapa meter di depanku sebuah sepeda kumbang melaju dengan suara klentreng yang khas, sepeda Qismul amni.

Aku duduk di sebuah bangku depan asrama, berderak kagum dan merinding mengetahui keberadaanku disini ….gontor
Hem.., kuraih tas disampingku, mengambil laptop dan menghidupkannya, aku terlonjak riang-Hot sport area, segera ku-klik mozila kemudian mengetik huruf di google-google earth tepatnya: gontor.

Iseng-iseng kuketik juga alamat web facebook., tak lama kemudian halaman google earth terbuka, kuamati, ku zoom lokasi itu: gontor. Aku berdecak kagum, delapan puluh tahun lebih pondok ini berdiri masih eksis bahkan melebarkan sayap, sepertinya cita-cita Pak Zar membuka 1000 gontor semakin dekat didepan mata.
Ku-klik halaman facebook mengetik e-mail, paswoard dan login : 15 permintaan pertemanan, 20 pemberitahuan dan 17 kotak masuk. Lama juga aku tak online di facebook buktinya banyak e-mail yang masuk. 15 permintaan teman, tak ada yang ku kenal biarlah aku add saja, silautarrahim. Pemberitahuan, kebanyakan pemberitahuan komentar tulisan di note facebook-ku . 17 kotak masuk, kebanyakan ingin berkenalan hingga jariku berhenti menggeser mouse, e-mail ke-12 dari seseorang yang aku kenal : berkaca mata, berdahi lebar dan bernama Akun profesor Mumtaz jiddan.

Assalammualaikum wr,wb. Kaifa halukum akhi? antum bikhoir? Antum masgul la? Antum aina? madza ta’mal?

Hem…. ciri khasnya tak pernah pudar dimulai dengan pertanyaan beruntun-membrondong, setelahnya mengalirlah untaian kalimat berikutnya.

Kuberitahukan satu hal padamu kawan, hal yang paling menyenangkan dalam bermimpi adalah kejadian-kejadian yang menakjubkan pada proses penggapaiannya. ku beritahu juga kawan bahwa hinaan, ejekan, bahkan hujatan adalah batu loncatan terbesar menuju kesuksesan, cambuk keras yang akan memacu adrenalin untuk pekerja, berbuat terbaik untuk menjawab hinaan, ejekan bahkan hujatan itu.

Kembali aku menyungging senyum, kata-katanya mirip andrea hirata-penulis terkenal itu- maklum saja, mereka berasal dari propinsi sama bangka belitung, bedanya Andrea hirata dari pelosok belitung. Sementara ia (temanku) dari antah berantah pulau bangka.

Kau sudah tahukan kawan bahwa istriku sudah lama mengandung? alhamdulillah malam tadi bayiku lahir dengan selamat: laki-laki bukan kepalang senangnya aku, jauh-jauh hari telah kami siapkan 5 nama untuknya 2 dari istriku, 2 dariku satu lainnya dari kakek-neneknya, kami bingung milih yang mana, tolong kau pilihkan salah satu yang terbaik, kami nurut sama kau, 3 hari dari sekarang nama itu harus sudah kau pilih, ini daftar nama-nama itu:
- Muhammad fiqri El mumtaz
- Fatih addin El mumtaz
- Hamid islamy El mumtaz
- Sholah addin El mumtaz
- Harfan efendi El mumtaz


Aku geleng-geleng kepala, kupikir semua nama itu hasil karyanya sendiri bagaimana tidak kesemuanya nama islami berakhiran El mumtaz, ku baca tulisan selanjutnya unik sekali e-mail nya, memenggal bagan tulisan dan menyelipkan foto-foto bayi mungilnya,

Shohiby, ana juga ingin ber-khobar kalau tanggal 25 Mei nanti ana di wisuda, S2 di Universitas Muhammadiyah Palembang antum labud hadir hina dzaaka labud, idza la, itabi fagot? Soal dana 100% ana tanggung deh insyaAllah.
Ana ingin menyaksikan sendiri bahwa retasan mimpi itu semakin menjadi nyata ana ingin antum melihat dengan mata kepala sendiri bahwa jalan menuju profesor itu membentang di depan mata, satu dua langkah lagi akan kurengkuh.
Antum datanglah kesini, insyallah kami jamu istimewah, jauzati tob’an tafroh tanzhurukum, sekali lagi masalah akomodasi ana siap tanggung yang penting ana hadiri, anggap ini sebagai ucapan terimakasih ana untuk antum.
Ana u’idu marrotan tsaniyatan la’budda an tahduro huna, hina dzaka, fahimtum!!!
Shohibukum fi falimbang
Mumtaz jidan
Q-am ‘08
Nb: he he……mar’ah huna jamilah-jamilah lho ba’ad ana abhas lakum wahidah

Fuih ….. aku membuang nafas, lagi-lagi menyungging senyum, e-mail yang benar-benar unik- seunik penulisnya, bisa-bisanya ia mengubah kata ganti aku dengan kata ana kemudian isi suratnya sendiri begitu to the poin dan setengah memaksa. Kenapa juga ia mengabarkan berita penting ini lewat facebook, kenapa tidak sms atau telepon saja, apakah dia lupa nomerku? Kemudian ia menulis “Q’am 08” diakhir suratnya “masihkah ia mengingat masa itu, masa ia menjabat sebagai qismul amn munazhomah?” Tanyaku dalam hati .
Dan yang lebih menggelitik dalam Nb-nya ia menguji kecantikan wanita Palembang, sementara ia sendiri malah “menculik” seorang mojang priangan untuk menjadi istrinya, aneh,…..
Kuraba saku celana kemudian merogoh handphone, ingin ku telephon profesor Wannabe itu. Aku rindu suaranya, gelak tawa dan tentu saja ingin mendengar suara tangis bayi kecilnya. Kupijit tombol, berbarengan dengan itu suara adzan menggema kuurungkan niat menelephone, sejenak terhanyat pada nida’ itu .
Berdengung keras memanggil, sekaligus mengingat lalai manusia yang terlena akan dunia, aku bergerak memasukan laptop, beranjak menuju masjid, melangkah mantap.